Kamis, 18 Juni 2020

LATIHAN PEREGANGAN UNTUK LANSIA



Upaya kesehatan pada lanjut usia (lansia) diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta kemampuannya agar tetap produktif dan beraktivitas mandiri. Sehingga perlu adanya upaya-upaya seperti pola hidup sehat dan berolahraga. Menjadi tua bukan berarti harus berhenti dari olahraga. Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi tua dan tetap sehat itu pilihan Pemilihan jenis olahraga, intensitasnya, durasi dan frekuensi olahraga sangat tergantung dari kemampuan lansia tersebut.

Pada lanjut usia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, toleransi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Dengan melakukan olahraga, lansia dapat mencegah atau melambatkan masalah tersebut. Dengan rangsangan olahraga maka hormon kortisol yang merangsang stres bisa dikurangi. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukan bahwa olahraga dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan jatuh (problem yang sering terjadi pada lansia).

Prinsip-prinsip olahraga pada lansia yang perlu diperhatikan: komponen kesegaran jasmani seperti jantung, paru-paru, kelenturan dan kekuatan otot perlu dilatih. Latihan dilakukan secara teratur, tidak terlalu berat serta berbentuk permainan yang ringan dan menggembirakan. Hindari olah raga yang bersifat kompetisi. Perhatikan penyakit yang menyertai seperti penyakit infeksi, hypertensi (dengan sistolik > 180 mmhg dan diastolik > 120 mmhg) serta penyakit berat lainnya yang dilarang dokter untuk aktifitas fisik berlebihan.

Terdapat  beberapa jenis olahraga yang dianjurkan untuk dilakukan secara rutin:

1. Olahraga Flexibility (Kelenturan) Adalah olahraga yang bertujuan untuk kelenturan tubuh, membantu peregangan otot membuat pergerakan menjadi lebih mudah dan membuat sendi berfungsi lebih baik. Contohnya adalah senam tai chi, yoga, latihan peregangan, dll.

 2. Olahraga Endurance (Ketahanan) Adalah olahraga yang bertujuan untuk ketahanan, membuat lebih bertenaga, dan dapat meningkatkan kesehatan jantung, sistem sirkulasi, paru-paru dan otot. Contohnya adalah berjalan kaki, lari ringan, berenang, bersepeda, tenis, berkebun dll.

 3. Olahraga Strength (Kekuatan) Adalah olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, membantu membangun otot, mengurangi hilangnya otot, menjaga tulang tetap kuat, mencegah osteoporosis dan mempertahankan bentuk tubuh. Contohnya adalah angkat beban, mengikuti kelas senam, naik turun tangga, membawa belanjaan, dll.

 4. Olahraga Balance (Keseimbangan) Adalah olahraga yang melatih keseimbangan dan dapat mencegah terjadinya jatuh Contohnya adalah berdiri dengan satu kaki, berjalan dengan tumit dan ujung jari kaki, senam tai chi. Pada kesempatan ini akan kami ulas tentang olahraga flexibility yaitu dengan latihan peregangan.

 

LATIHAN PEREGANGAN YANG DIANJURKAN PADA LANSIA

Latihan peregangan ini hanya membutuhkan waktu 15-20 menit, dapat dilakukan kapanpun, dimanapun dan tidak membutuhkan peralatan khusus. Kunci latihan peregangan adalah bernafaslah dengan nyaman, karena otot-otot yang diregangkan butuh oksigen lebih banyak, lakukan peregangan dengan gerakan yang paling mudah,lembut (smooth) dan tahan setiap gerakan peregangan sedikitnya 20 detik.

Manfaat dari latihan peregangan pada lanjut usia antara lain : 

  • Meningkatkan kebugaran fisik
  • Membuat tubuh dapat bergerak lebih efisien.
  •  Meningkatkan relaksasi mental dan fisik
  •  Memperbaiki postur tubuh
  • Mengurangi risiko cedera pada sendi, otot, tendon dan ligament pengikat sendi
  • Mengurangi nyeri otot,pegal-pegal, tidak mudah lelah
  • Memperbaiki elastisitas/fleksibilitas jaringan tubuh
  • Mengurangi ketegangan otot
  • Meningkatkan kekenyalan jaringan ikat
  • Mempermudah dalam aktivitas sehari-hari.
Beberapa contoh Latihan Peregangan pada Lansia



  1. Peregangan pada otot riceps, satu lengan di angkat ke atas, tangan menyentuh punggung atas,melewati kepala, tangan yang lain memegang siku lengan yang berlawanan, kemudian  dorong siku tersebut ke belakang, tahan 5 - 10 detik, lalu lepaskan, lakukan bergantian antara lengan kanan dan kiri, masing masing 4 kali.
  2. Peregangan otot pinggang, kedua lengan saling berpegangan diatas kepala,lalu liukkan badan ke samping kiri sejauh mungkin, tahan 5 - 10 detik, lalu lepaskan, lakukan bergantian pinggang kanan dan kiri, masing-masin 4 kali
  3. Peregangan otot-otot seluruh lengan, angkat kedua lengan lurus ke atas, jari-jari kedua tangan saling bertautan, dorong kedua tangan tersebut ke atas sejauh-jauhnya, tahan 5 - 10 detik,lalu lepaskan,lakukan 8 kali
  4. Peregangan otot bahu dan dada atas,kedua lengan lurus ke belakang, kedua tangan saling bertautan, dorong sejauh-jauhnya kedua tangan tersebut ke belakang, tahan 5 -10 detik, lalu lepaskan
  5. Peregangan otot betis,       wajah menghadap ke dinding, kedua lengan bersandar di dinding, satu tungkai ditekuk, sedang tungkai yang lain lurus, dorong sejauh-jauhnya ubuh ke arah dinding hingga tungkai yang lurus terasa tertarik, tahan 5 - 10 detik, lakukan bergantian tungkai kanan dan kiri,masing-masing 4 kali
  6. Peregangan otot paha, satu tangan berpegangan pada dinding, sedang tangan lain memegang tungkai sisi berlawanan yang ditekuk ke belakang, tahan 5 - 10 detik, lalu lepaskan, lakukan bergantian tungkai kanan dan kiri, masing-masing 4 kali.
  7. Peregangan bahu dan otot deltoideus, satu lengan lurus ke belakang memegang dinding atau teralis, lalu tarik tubuh ke arah depan sejauh-jauhnya, tahan 5 - 10 detik, lakukan bergantian lengan kanan dan kiri, masing-masing 4 kali.
  8. Peregangan otot punggung dan pantat, badan membungkuk, kedua tangan berusaha menjangkau jari-jari kaki, tahan 5 - 10 detik, lakukan 4 - 8 kali ( gerakan ini termasuk gerakan yang sulit bagi lansia,sehingga hanya dianjurkan pada lansia yang bugar dan punya tubuh yang lentur )
  9. Peregangan paha atas depan dan paha atas belakang tungkai yang berlawanan,posisi badan seperti saat start lomba lari jangka pendek, satu tungkai di tekuk di depan dan tungkai lain sedikit ditekuk di belakang, tahan 5 - 10 detik,lalu bergantian kanan dan kiri masing-masing 4 kali
  10. Peregangan otot paha tengah kanan dan kiri, posisi berjongkok, lalu buka selebar-lebarnya kedua paha, tahan 5 - 10 detik,lakukan 8 kali. Posisi jongkok ini adalah posisi yang sulit bagi lansia, sehingga bisa di modifikasi dengan duduk bersila dengan kedua telapak kaki saling bersentuhan.







    Dengan latihan peregangan yang rutin dan teratur, kesehatan dan kelenturan tubuh lansia akan tetap terjaga, walaupun begitu pendampingan saat latihan juga diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera, semoga bermanfaat dan salam inspiratif 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENANGANAN FISIOTERAPI PADA KUSTA / LEPRA

Pengertian

Morbus diartikan penyakit, sedangkan Hansen ialah nama seorang ilmuwan Norwegia yakni Gerhard Henrik Armauer Hansen. Pada 1873 ia menemukan adanya sebuah patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Dr dr Sri yang kerap dipanggil Dini juga mengatakan, lepra merupakan penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman bernama Mycobacterium leprae, yang menyerang kulit dan saraf tepi. Kusta masuk dalam keilmuan spesialis kulit. Kuman Mycobacterium leprae dapat menular melalui kontak langsung dengan penderita (kontak yang lama dan berulang) dan melalui pernapasan dengan masa inkubasi 2-5 tahun setelah kuman masuk ke dalam tubuh.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Negara Penderita Kusta Terbanyak Ketiga di Dunia", https://sains.kompas.com/read/2019/09/09/065800423/indonesia-negara-penderita-kusta-terbanyak-ketiga-di-dunia.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Sri Anindiati Nursastri

Morbus diartikan penyakit, sedangkan Hansen ialah nama seorang ilmuwan Norwegia yakni Gerhard Henrik Armauer Hansen. Pada 1873 ia menemukan adanya sebuah patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Dr dr Sri yang kerap dipanggil Dini juga mengatakan, lepra merupakan penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman bernama Mycobacterium leprae, yang menyerang kulit dan saraf tepi. Kusta masuk dalam keilmuan spesialis kulit. Kuman Mycobacterium leprae dapat menular melalui kontak langsung dengan penderita (kontak yang lama dan berulang) dan melalui pernapasan dengan masa inkubasi 2-5 tahun setelah kuman masuk ke dalam tubuh.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Negara Penderita Kusta Terbanyak Ketiga di Dunia", https://sains.kompas.com/read/2019/09/09/065800423/indonesia-negara-penderita-kusta-terbanyak-ketiga-di-dunia.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Sri Anindiati Nursastri

Morbus diartikan penyakit, sedangkan Hansen ialah nama seorang ilmuwan Norwegia yakni Gerhard Henrik Armauer Hansen. Pada 1873 ia menemukan adanya sebuah patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Dr dr Sri yang kerap dipanggil Dini juga mengatakan, lepra merupakan penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman bernama Mycobacterium leprae, yang menyerang kulit dan saraf tepi. Kusta masuk dalam keilmuan spesialis kulit.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Negara Penderita Kusta Terbanyak Ketiga di Dunia", https://sains.kompas.com/read/2019/09/09/065800423/indonesia-negara-penderita-kusta-terbanyak-ketiga-di-dunia.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Sri Anindiati Nursastri
Morbus diartikan penyakit, sedangkan Hansen ialah nama seorang ilmuwan Norwegia yakni Gerhard Henrik Armauer Hansen. Pada 1873 ia menemukan adanya sebuah patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Dr dr Sri yang kerap dipanggil Dini juga mengatakan, lepra merupakan penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman bernama Mycobacterium leprae, yang menyerang kulit dan saraf tepi. Kusta masuk dalam keilmuan spesialis kulit.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Negara Penderita Kusta Terbanyak Ketiga di Dunia", https://sains.kompas.com/read/2019/09/09/065800423/indonesia-negara-penderita-kusta-terbanyak-ketiga-di-dunia.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Sri Anindiati Nursastri

Kusta yang juga dikenal dengan nama lepra atau penyakit Morbus Hansen adalah penyakit yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, serta mata. Sistem saraf yang diserang bisa menyebabkan penderitanya mati rasa.

Kusta disebabkan oleh sejenis bakteri yang memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita selama 2 hingga 10 tahun.

Meskipun dulu sempat menjadi penyakit yang ditakuti, saat ini kusta tergolong penyakit yang mudah diobati. Ironisnya, hingga saat ini beberapa daerah di Indonesia masih dianggap sebagai kawasan endemik kusta oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. 

Gejala Kusta

Gejala dan tanda kusta sukar diamati dan muncul sangat lambat. Beberapa di antaranya adalah:

  • Mati rasa. Tidak bisa merasakan perubahan suhu hingga kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulit.
  • Pembesaran pembuluh darah, biasanya di sekitar siku dan lutut.
  • Perubahan bentuk atau kelainan pada wajah.
  • Hidung tersumbat atau terjadi mimisan.
  • Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
  • Kerusakan mata. Mata menjadi kering dan jarang mengedip biasanya dirasakan sebelum muncul tukak berukuran besar.
  • Lemah otot atau kelumpuhan.
  • Hilangnya jari jemari.

WHO menggolongkan kusta menjadi dua jenis berdasarkan kondisi luka pada kulit penderita, yaitu:

  • Paucibacillary. Ada luka kulit tanpa bakteri penyebab lepra pada bercak kusta di kulit.
  • Multibacillary. Ada luka kulit dengan bakteri penyebab lepra pada bercak kusta di kulit.

 

Penyebab Kusta dan Faktor Risiko

Bakteri Mycobacterium leprae menjadi penyebab utama kusta. Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki dan lutut.

M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa tumbuh berkembang di dalam beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini adalah melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin.

Selain penyebab utamanya, ada juga faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:

  • Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung tangan. Beberapa di antaranya adalah armadilo dan simpanse afrika.
  • Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita kusta.
  • Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
  • Menderita cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh. 

Diagnosis Kusta

Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena penderita biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan laboratorium. Bercak putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan saraf perifer (atau saraf yang terletak di bawah kulit dapat teraba membesar bahkan terlihat)  seringkali dijadikan dasar pertimbangan diagnosis klinis. Pada kawasan endemik kusta, seseorang bisa dianggap mengidap kusta apabila menunjukkan salah satu dari dua tanda utama berikut ini:

  • Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.
  • Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.

Pengobatan Kusta

Mayoritas penderita kusta yang didiagnosis secara klinis akan diberi kombinasi antibiotik sebagai langkah pengobatan selama 6 bulan hingga 2 tahun. Dokter harus memastikan jenis kusta serta tersedianya tenaga medis yang mengawasi penderita untuk menentukan jenis, dosis antibiotik, serta durasi pengobatan.

Pembedahan umumnya dilakukan sebagai proses lanjutan setelah pengobatan antibiotik. Tujuan prosedur pembedahan bagi penderita kusta meliputi:

  • Menormalkan fungsi saraf yang rusak.
  • Memperbaiki bentuk tubuh penderita yang cacat.
  • Mengembalikan fungsi anggota tubuh.

Risiko komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat penyakit tersebut didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta terlambat diobati adalah:

  • Mati rasa atau kebas. Kehilangan sensasi merasakan rasa sakit yang bisa membuat orang berisiko cidera tanpa menyadari dan rentan terhadap infeksi.
  • Kerusakan saraf permanen.
  • Otot melemah.
  • Cacat progresif. Contohnya kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan dan hidung.
Penanganan Fisioterapi

Salah satu manifestasi klinis dari penyakit Kusta ini adalah mengenai sistem saraf tepi misalnya lesi nerve ulnaris.Lesi nerve ulnarisa adalah lesi yang terjadi pada saraf ulnaris yang menyebabkan penurunan sensoris dan motoris pada tangan(Woo, Bakri and Moran, 2015). Lesi nerve ulnaris dapat mengakibatkan claw hand. Claw hand adalah ketidakseimbangan otot yang dihasilkan dari paralisis saraf ulnaris dan karakteristiknya yaitu jari kiting karena hiperekstensi pada sendi Metacarpo  Phalangeal(MCP) dan fleksi di sendi Proksimal Inter Phalangeal (PIP) (Karthikeyan, 2014)

Metode intervensi fisioterapi pada penanganan pasien kusta dengan lesi nerve Ulnaris menggunakan intervensi terapi latihan.Metode tersebut digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS, perbaikan penebalan saraf dan meningkatkan aktivitas fungsional dari pasien. Contohnya :
  1. Latihan pasif, nervus Ulnaris sebagian besar menyarafi sebagian otot-otot fleksor pergelangan tangan dan jari tangan yaitu mulai dari jari manis dan kelingking, sehingga perlu latihan pasif full ROM ( Range of Movement ) dari jari-jari yang terkena untuk mencegah kontraktur.
  2. Latihan aktif, bisa diberikan latihan aktif dengan bantuan, misalnya latihan membuka dan menutup jari dan pergelangan tangan, latihan menggenggam, meremas bola dll
  3. Latihan aktivitas sehari-hari, misalnya menulis, menggambar, memegang sendok, memegang gelas, mengecat dll
Pasien disarankan untuk teratur melakukan terapi secara giat dan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan oleh terapis di rumah maupun saat di kamar rawat inap. Pasien juga dianjurkan untuk  melatih kekuatan otot pada jari-jari tanganya. Untuk semetara waktu pasien disarankan mengurangi aktivitas yang memperberat kondisi seperti tidak boleh kecapekan, tidak mengangkat beban yang berat, dan aktivitas lainnya yang memperberat penyakitnya.

Semoga bermanfaat dan Salam Inspirasi




PENANGANAN FISIOTERAPI PADA ADNEXITIS



Pengertian


Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim yang disebabkan oleh bakteri ( lebih sering terjadi ) ataupun karena virus, adnexa adalah organ reproduksi wanita berupa jaringan yang berada di samping kanan dan kiri melekat pada rahim, yang bernama tuba fallopi dan ovarium. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut penyakit ini adalah salpingo-ooforitis.Radang tuba falopii dan radang ovarium (adnexa) biasanya terjadi bersamaan. Letak tuba dan ovarium (adneksum) berdekatan, dan dengan perabaan tidak dapat dibedakan apakah suatu proses berasal dari tuba atau dari ovarium, maka lazim digunakan istilah kelainan adneksum.Apabila itu jelas proses peradangan, maka istilahnya diubah menjadi adnexitis (akuta atau kronika). Pada adnexitis di samping cukup banyaknya durasi nyeri juga menyebabkan keterbatasan yang nyata pada aktifitas, peran dan fungsi biologis wanita. Adnexitis terutama terjadi pada wanita usia 16-35 tahun dan berbahaya bagi wanita karena dapat menimbulkan infertilitas ( susah hamil )karena adanya pembengkakan dan jaringan parut yang lengket pada tuba falopii sehingga menyebabkan tuba non patten (tidak berlubang).


Adnexitis akut atau Salpingo ooporitis akuta sendiri biasanya disebabkan oleh Infeksi oleh Neisseria gonorhoe dan Chlamydia trachomatis, selain itu infeksi ini juga disebabkan oleh infeksi dari organ lain yang berdekatan seperti pada infeksi apendiks yang menyebar hingga ke tuba. Infeksi dari bakteri tersebut naik sampai ke tuba dari uterus sampai ke mukosa, adnexitis akut atau Salpingo ooporitis akuta yang disebabkan oleh gonoroe ada kecenderungan perlekatan fimbria pada ostium tuba abdominalis yang menyebabkan penutupan ostium itu.

Salpingitis akut banyak ditemukan pada infeksi masa nifas atau pada abortus septic ada juga disebabkan oleh berbagai tierti kerokan, infeksi dapat disebabkan oleh bermacam kuman seperti streptokokus (aerobic dan anaerobic ), stafilokokus, e. choli, clostridium wechii, dan lain-lain.

Infeksi ini menjalar dari cervix uteri atau cavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritoneum pelvic, disini timbul salpingitis interstitial akuta, mesosalping dan dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit, tetapi mukosa sering kali normal. Hal ini merupakan perbedaan yang nyata dengan salpingitis gonoroika, dimana radang terutama terdapat pada mukosa dengan sering terjadi penyumbatan lumen tuba. (Sarwono. Winkjosastro, Hanifa.Hal 287.2007)

Gejala

Gejala penyakit ini akan terlihat saat fase akut, diantaranya :
  • Demam
  • Pemeriksaan darah diadapatkan hasil Leukosit tinggi.
  • Nyeri disebalah kanan atau kiri uterus, tergantung daerah yang terkena infeksi
  • Setelah beberapa hari dijumpai ada benjolan pada perut dengan batas tidak jelas serta nyeri apabila ditekan.
  • Kadangkala nyeri bisa terasa sampai ke perut sehingga menimbulkan kram perut.

Pengobatan Adnexitis

Adnexitis dapat diobati dengan beberapa cara, seperti berikut ini:

1. Pengobatan dengan anti-biotik

Untuk gejala adnexitis yang tampak jelas, yaitu pasien pertama kali harus melakukan pengobatan dengan antibiotik, untuk membunuh bakteri sisa dan mencegah penyakit kambuh berulang. Obat yang biasa digunakan tetap penisilin, gentamisin, metronidazole, dan lain-lain yang digunakan untuk mengobati radang akut tuba falopi, ovarium, serta peritonitis panggul.Untuk obstruksi tuba falopi yang disebabkan oleh radang kronis ovarium dan tuba falopi, dapat dilakukan injeksi intrauterine, pemilihan gentamisin 160.000 unit, kimotripsin 5 mg, deksametason 5 mg hingga 20 ml saline, dengan tuntas menetralkan racun pada vulva, vagina, rahim, dan uterus. Tiga hari setelah menstruasi bersih, dapat dilakukan injeksi setiap dua hari sekali sampai akhir periode sebelum ovulasi dan pengobatan ini dapat diteruskan sampai tiga minggu berturut-turut.

2. Terapi jaringan

Lakukan injeksi cairan jaringan plasenta, globulin plasenta, secara intramuscular sehari sekali atau dua hari sekali, dan dilakukan sampai 15 kali pengobatan.

3. Fisioterapi

Stimulasi yang hangat dapat meningkatkan sirkulasi darah, mengatur kondisi gizi dalam jaringan lokal sehingga membantu penyerapan dan meredakan peradangan. Fisioterapi yang sering digunakan adalah short wave diathermy.

4. Operasi

Peradangan yang disebabkan oleh hidrosalping atau kista ovarium dan tuba falopi bisa juga disembuhkan dengan melakukan operasi, untuk kemandulan yang disebabkan oleh obstruksi saluran tuba dapat dilakukan bedah rekonstruksi tuba falopi. Untuk peradangan akut ovarium dan tuba falopi yang berulang kambuh, peritonitis panggul, pengobatan dengan obat yang tidak berefek memuaskan, dan pasien yang takut mengalami nyeri kesakitan atau untuk pasien yang sudah berumur. Hal ini dapat mempertimbangkan untuk melakukan operasi.


Penanganan Fisioterapi

Salah satu penanganan adnexitis ini bisa dilakukan pemberian Short wave diathermy, dimana tujuan penanganan fisoterapi pada kasus ini adalah :

  1. Meningkatkan sirkulasi darah, sehingga mempercepat penyembuhan inflamasi.
  2. Meningkatkan rileksasi otot.
  3. Meningkatkan metabolisme lokal, sehingga menyebabkan penyembuhan peradangan dipercepat karena absorbsi obat-obat yang dikonsumsi pasien lebih baik.
  4. Mempercepat penyembuhan inflamasi dengan cara membantu menyerap kembali (reabsorbsi) exudat oedema sebagai akibat peningkatkan supplay darah.
  5. Mengurangi nyeri melalui ujung sensorik serabut A delta dan C. Pengurangan nyeri juga berhubungan dengan pengurangan spasme pada otot-otot sekitarnya.
Teknik pemberian short wave diathermy ini dilakukan dengan metode cross fire, yaitu separuh waktu terapi diberikan dgn elektroda 1 posisi, dan separuh waktu terapi berikutnya diberikan elektroda posisi lain, misalnya dengan mengkombinasikan metode co planar dan contra planar.
Waktu pemberian terapi adalah 16 menit, dengan 8 menit digunakan aplikasi pertama, dan 8 menit menggunakan aplikasi kedua. Intensitas 10 - 50 Watt/cm2, dilakukan setiap hari sampai 6 kali. Setelah itu dilakukan evaluasi oleh dokter kandungan, jika dirasakan perlu bisa diberikan program short wave diathermy kembali.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memberikan program short wave diathermy ( SWD ) ini adalah:
  1. Atur waktu pemberian program, usahakan saat pemberian SWD tidak melalui siklus menstruasi.
  2. Jangan berikan program SWD saat demam, atau nyeri hebat pada daerah yang akan diberikan terapi.
  3. Jangan berikan program SWD pada kasus keganasan, hipo/hipersensitivitas dan adanya gangguan peredaran darah.
Semoga bermanfaat dan salam inspiratif