Jumat, 29 Mei 2020

Penanganan Fisioterapi pada Bell's Palsy


            Bell's Palsy adalah penyakit yang menyerang saraf Fascialis ( saraf VII ) yang menginervasi otot-otot wajah pada salah satu sisi yang terkena, dengan penyebab idiopatik ( tidak diketahui secara pasti ).Hal ini menyebabkan kelumpuhan otot-otot pada satu sisi wajah, sehingga wajah menjadi asimetris, karena salah satu sisi wajah menjadi mencong/melorot.

 

GEJALA UMUM

            Pada umumnya gejala-gejala Bell’s Palsy yang sering dijumpai adalah:

1.      Terjadi secara tiba-tiba berupa kelumpuhan yang ringan sampai total pada satu sisi wajah, sulit tersenyum dan menutup salah satu kelopak mata yang terkena.

2.      Saat berkumur atau minum, kadang air akan keluar lagi pada salah satu sudut mulut pada sisi yang terkena.

3.      Wajah menjadi mencong dan melorot pada satu sisi sehingga sulit untuk berekspresi.

4.      Terjadi peningkatan sensitifitas suara pada satu sisi yang terkena, sehingga seperti terdengar suara mendengung.

5.      Kadang dijumpai adanya nyeri kepala, nyeri pada rahang, atau di sekitar telinga.

6.      Penurunan kemampuan indra pengecapan pada lidah dari sisi yang lumpuh.

7.      Pada beberapa kasus, bell’s palsy bisa mengenai kedua sisi wajah.

PENYEBAB

            Penyebab utama Bell’s Palsy sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar sumber menyebutkan bahwa terjadinya serangan adalah disebabkan karena adanya proses peradangan pada saraf yang mengontrol kerja dari otot-otot di salah satu sisi wajah. Proses peradangan itu sendiri bisa dikarenakan oleh serangan virus, terpapar udara dingin, dll

Bell’s Palsy dapat terjadi pada semua golongan usia, baik pria maupun wanita. Pada kebanyakan orang, kelumpuhan saraf tersebut bersifat sementara, yakni selama beberapa hari hingga beberapa minggu, serta dapat kembali pulih setelah kurang lebih 6 bulan. Walaupun demikian, ada juga beberapa kasus dimana kelumpuhan saraf wajah tersebut terjadi secara permanen seumur hidup, terutama pada kasus yang berhubungan dengan saraf  pusat.

 

 

PENCEGAHAN

            Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya penyakit ini antara lain :

1. Jika sering bepergian dengan sepeda motor, gunakanlah helm penutup wajah secara full/penuh ( helm cakil ) untuk mencegah angin mengenai wajah secara langsung.
2. Jika tidur memakai kipas angin, jangan biarkan angin menerpa ke arah wajah secara langsung, tapi arahkan ke arah yang lain, dan gunakanlah kecepatan rendah pada putaran kipas angin tersebut.
3. Jangan biasakan mandi air dingin di malam hari, atau pada keadaan cuaca dingin.
4. Jika suka berpetualang ke gunung, gunakan selalu masker/penutup wajah yang cukup tebal untuk menahan terpaan angin, suhu dan tekanan atmosfir yang rendah.
5. Setelah selesai berolahraga berat, jangan langsung mandi, mencuci wajah dan minum dengan air yang dingin.
 6. Tutuplah wajah dengan masker, slayer atau penutup wajah yang lain saat masih menjalani pengobatan, pakai kacamata yang rapat untuk menghindari debu masuk ke dalam mata.

 

PEMERIKSAAN

            Pemeriksaan Ugo Fisch menjadi salah satu indikator utama seberapa parah Bells Palsy yang dialami penderita, yaitu dengan :

4 skala penilaian,

1.      0%, untuk kekuatan otot 0 : zero, asimetri komplit, tak ada gerak volunter,

2.     30%, untuk kekuatan otot 1 : poor, kesembuhan ke arah asimetri,

3.     70%, untuk kekuatan otot 3 : fair, kesembuhan parsial ke arah simetri,

4.     100%, untuk kekuatan otot 5 : normal, simetris komplit.

Gerakan yang dilakukan,

1.      Diam = 20 x  (%) =...

2.     Mengerutkan dahi = 10 x (%) =...

3.     Menutup mata             = 30 x (%) =...

4.     Tersenyum = 30 x (%) =...

5.     Bersiul = 10 x (%) =...

 

PENANGANAN

            Sebagian besar kasus penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, namun membutuhkan waktu yang sedikit relatif lama. Terapi dan pengobatan disarankan untuk mempercepat proses penyembuhan sekaligus pencegahan berulangnya penyakit ini. Penanganan yang dapat diberikan pada kasus ini adalah :


1.     1.  Medikamentosa dari dokter untuk mencegah peradangan dan pemberian vitamin saraf

2.     2.  Fisioterapi, berupa pemberian superficial heating dan elektrikal stimulasi

3.      3. Latihan latihan pada wajah, latihan mimik muka, massage, mirror exercise


    PROGRAM FISIOTERAPI

    Program fisioterapi biasanya diberikan setelah minggu ke-2, namun bisa juga diberikan mulai minggu pertama. Pada minggu pertama yang bisa dilakukan adalah pemberian latihan secara gentle pada otot sisi wajah yang terkena, bisa dengan mirror exercise atau latihan di depan cermin. Setelah minggu ke-2, program fifioterapi yang diberikan adalah :

  1. Sinar infra merah, posisikan arah sinar infra merah tegak lurus ke daerah otot wajah yang terkena, dengan jarak 40 - 60 cm pada lampu 150 watt, atau 30 - 40 cm pada lampu 100 watt dengan waktu 10 - 15 menit. Mata pasien ditutup dengan kasa atau kapas basah,selalu kontrol intensitas panas yang menerpa wajah pasien untuk mencegah burning/terbakar.
  2. Elektrikal stimulasi, biasanya menggunakan arus IDC rektangular dengan single point dimana elektode pasif diletakkan di belakang leher/pangkal nervus Fascialis dan elektrode aktif biasanya berupa elektrode single point ditempatkan pada otot-otot yang mengalami kelumpuhan secara bergantian, setiap otot diberikan stimulasi rangsang elektrik 15 - 25 kali kontraksi.
  3. Gentle massage, dimana berikan pijatan yang lembut pada otot wajah yang terkena dengan suatu titik di depan telinga sebagai arah titik utama pijatan. Setiap otot berikan 8 - 16 kali pijatan.
  4. Mirror exercise, yaitu latihan menggerakkan otot wajah yang lumpuh di depan cermin, berupa membuka menutup mata, tersenyum, mengernyitkan dahi, bersiul, meniup dll lakukan 8 - 16 kali gerakan.
  5. Program fisioterapi di atas bisa diberikan 2 - 3 kali seminggu, namun perlu juga diberikan home program berupa stimulasi kompres hangat, gentle massage, dan mirror exercise setiap hari pagi dan sore
Semoga bermanfaat


      


s












Cegah corona dengan cuci tangan yang benar



    Belum terkendalinya serangan virus corona di Indonesia, memerlukan kepedulian semua masyarakat agar peduli dalam penyebaran virus corona ini agar tidak semakin meluas. Salah satunya dengan rajin cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau menggunakan cairan disinfektan.

   Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak lama menganjurkan agar kita rajin cuci tangan pakai sabun. Tujuannya agar bakteri,kuman dan virus tidak sampai masuk ke tubuh sehingga kita terhindar terkena beragam jenis penyakit. Namun, apakah hanya menyabuni tangan dengan sabun, menggosok selama 20 detik sela demi sela di jari, lalu membilas menggunakan air yang mengalir cukup efektif membunuh kuman?

    WHO punya enam langkah jitu mencuci tangan yang benar yang direkomendasikan untuk kita, sehingga bakteri, kuman, maupun virus tersebut benar-benar terbunuh. Para peneliti dari telah membuktikannya, setelah mengamati dokter dan  perawat yang kerap membersihkan tangan menggunakan cairan antiseptik dengan tambahan alkohol dalam merawat pasien.Setelah diubah menggunakan enam langkah cuci tangan yang dianjurkan WHO, mereka yang biasa mudah sakit padahal sudah rajin cuci tangan menggunakan cairan antiseptik, justru lebih jarang sakit. Perlu waktu kurang lebih 20 detik untuk 6 langkah cuci tangan dengan menggunakan cairan anti septik , sedangkan jika menggunakan sabun dan air mengalir akan memerlukan waktu lebih dari 40 detik agar benar-benar efektif membunuh kuman.


Berikut enam cara mencuci tangan yang benar menurut WHO, jika menggunakan sabun dan air mengalir :


  1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut.
  2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
  3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
  4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
  5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
  6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

    Cara mencuci tangan yang benar menurut WHO ini merupakan salah satu usaha pencegahan penularan virus Corona yang cukup efektif, selain pemakaian masker, dan mematuhi aturan jaga jarak aman.

Mengenal Stunting

Apa itu stunting?

Mengutip dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah suatu kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umur. Atau mudahnya, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya.

Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Terlebih lagi, jika stunting dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan segera dan tepat.

Pasalnya, stunting adalah kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi. Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang satu ini biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.

Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal, merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat, sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting.

Jadi singkatnya, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Pasalnya, stunting hanya bisa terjadi ketika kurangnya asupan nutrisi harian anak, sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya

Apa penyebab stunting pada anak?

Stunting adalah hasil dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Misalnya asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, serta berat badan lahir rendah (BBLR).

Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.

Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hami kurang bergizi dan berkualitas, sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran.

Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat kebutuhan gizi anak saat masih di bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu tidak diberikan ASI eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas.

Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung zink, zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita.

Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.

Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun, dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun.

Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted)

 

Apa saja gejala stunting?

Gejala stunting yang paling utama adalah anak memiliki tubuh pendek di bawah rata-rata. Tinggi atau pendeknya tubuh anak sebenarnya bisa dengan mudah Anda ketahui, jika Anda memantau tumbuh kembang si kecil sejak ia lahir.

Beberapa gejala dan tanda lain yang terjadi kalau anak mengalami gangguan pertumbuhan:

  • Berat badan anak tidak naik, bahkan cenderung menurun.
  • Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menstruasi pertama anak perempuan.
  • Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Anda harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Baik itu membawa si kecil ke dokter, bidan, Posyandu, atau pun Puskesmas terdekat setiap bulan.

Apa dampaknya jika anak stunting sejak kecil?

Stunting adalah gangguan pertumbuhan anak, yang jika tidak ditangani dengan baik tentu akan memengaruhi pertumbuhannya hingga dewasa nanti. Bukan cuma dampak fisik saja yang mungkin timbul dari tubuh pendek pada anak.

Berikut berbagai risiko yang dialami oleh anak pendek atau stunting di kemudian hari.

  • Kesulitan belajar.
  • Kemampuan kognitifnya lemah.
  • Mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
  • Memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit infeksi di kemudian hari, karena sistem kekebalan tubuhnya yang lemah. 
  • Memilki risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain) di usia dewasa.

Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah  dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. 

Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami stunting sejak kecil. Pasalnya, ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin, serta pertumbuhan rahim dan plasenta.

Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kondisi bayi yang dilahirkan. Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat.

Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat, disertai dengan tinggi badan yang rendah. Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.